Kue Cikak: Warisan Kuliner Cirebon yang Memikat

Hendry Juanda

Kue Cikak, atau dikenal juga dengan Kue Kukuran, adalah salah satu jajanan tradisional yang menjadi ikon kuliner khas Cirebon. Dengan bentuknya yang unik, menyerupai cangkang kura-kura, dan warna merah yang mencolok, kue ini tidak hanya menarik perhatian dari segi visual tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam.

Asal-Usul dan Filosofi

Kue Cikak memiliki bentuk oval yang mirip dengan cangkang kura-kura. Dalam bahasa Hokian, kue ini disebut "Guī", yang berarti kura-kura. Warna merah pada kue ini bukan sekadar pilihan estetika; ia mengandung arti kegembiraan dan harapan untuk kehidupan yang membumi. Dalam tradisi Tionghoa, kue Cikak sering disajikan saat perayaan Imlek sebagai simbol harapan untuk panjang umur dan rejeki.

Bahan dan Cara Pembuatan

Kue Cikak terbuat dari tepung ketan dengan isian kacang hijau yang lezat. Proses pembuatannya pun cukup unik, di mana adonan tepung ketan dibentuk dan diisi dengan kacang hijau sebelum akhirnya dikukus hingga matang.

Kue Cikak dalam Tradisi

Selain sebagai jajanan yang nikmat, Kue Cikak juga memiliki peran penting dalam berbagai perayaan, terutama dalam komunitas Tionghoa. Misalnya, saat selamatan atau perayaan 40 hari kelahiran anak, kue ini dibagikan bersama telur merah sebagai simbol awal kehidupan yang baru.

Keberadaan Kue Cikak Saat Ini

Meskipun zaman terus berubah, Kue Cikak masih bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Cirebon. Harganya yang terjangkau dan rasanya yang autentik membuat kue ini tetap bertahan sebagai salah satu favorit, baik untuk dinikmati sehari-hari maupun dalam momen-momen khusus.

Kue Cikak bukan hanya sekedar makanan, tetapi juga cerminan dari kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh kota Cirebon. Dengan setiap gigitannya, kita diajak untuk mengapresiasi dan merayakan warisan kuliner yang telah dijaga turun-temurun ini.

BACA JUGA  Minyak Tawon untuk Gatal: Solusi Tradisional yang Teruji

Also Read

Bagikan:

Tags

Leave a Comment

Ads - Before Footer